Akram Nordin

Dalam Islam, bergurau boleh jatuh dalam kategori halal dan haram. Sebagai contoh, adalah sesuatu yang dilarang untuk berbohong; selanjutnya jika sebuah gurauan terdiri dari sesuau yang tidak benar (kebohongan) maka itu haram. Sebagai tambahan, sebuah gurauan dibolehkan jika itu tidak mengandungi sesuatu kedurhakaan pada Allah swt., tidak berunsur seksual atau pembohongan.

Al-Mudaa’abah adalah berasal dari kata da’bah, yang berarti berkata lembut, ramah, sopan dan kalimat lucu dalam sebuah perbincangan; sebagai contoh, bila mengatakan kepada istri kita, ‘kamu kelihatan lebih muda setiap hari!’ dan sebagainya.

Al-Mudaa’abah boleh digunakan dalam sebuah situasi, atau kejadian, dengan tujuan untuk memberikan keceriaan pada seseorang. Sebagai contoh, untuk bergurau dengan seseorang yang sedang sakit adalah sedekah (membuat wajahnya tersenyum).

Bergurau itu diharuskan

Keadaan yang membawa untuk gurauan adalah bahwa seseorang hanya boleh bergurau jika tidak menyakiti perasaan orang lain, tidak mempengaruhi kehormatannya atau melanggar syari’ah.

Telah diriwayatkan bahwa Al-Imaam Ibnu Hajar Al-‘Asqalaani r.h. berkata:

“seseorang yang bergurau untuk mengajar (agama) akan menerima pahala.”

Rasulullah saw. sesekali juga pernah bergurau, sebagaimana hal tersebut juga dilakukan oleh Sahabat, Tabien dan Tabik Tabien. Tidak ada sama sekali ucapan yang keluar dari mulut Rasulullah kecuali itu adalah wahyu. Bahkan gurauan baginda juga menepati kehendak dari Allah swt.

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemahuan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS An Najm 53: 3-4)

Tidak wajib bagi orang-orang yang beriman dalam keadaan serius sepanjang waktu. Hal tersebut adalah Sunnah dari Rasulullah saw. dan Sahabat untuk bergembira dan membuat orang lain tersenyum dari waktu ke waktu. Dalam hal ini, seseorang juga harus menghindari sesuatu menjadi sangat serius (pada tingkatan di mana mereka berhadapan dengan kesedihan) atau menjadi sangat beremosi; tetapi kita harus mengimbangi keduanya.

Orang-orang yang berkata dengan bergurau boleh masuk dalam keharaman bila membuat fatwa tanpa rasa takut pada Allah swt., dan mereka tidak mempunyai hak atau kedudukan untuk melakukan yang demikian. Secara ringkasnya, bergurau itu dibolehkan kecuali yang mengandung penipuan, menfitnah, mengkhianat, mengumpat, menghina dan sebagainya.


Sumber:
http://peribadirasulullah.wordpress.com/2009/08/08/adab-berbual/